I. TULANG
A. Fungsi
Menurut Phipps, et al (1991), tulang mempunyai
tiga fungsi mekanik yaitu : mendukung jaringan tubuh, melindungi organ tubuh
seperti tulang tengkorak melindungi otak dan pergerakan dimana dipengaruhi oleh
kontraksi otot-otot pada tulang memungkinkan untuk bergerak. Tulang juga
mempunyai dua fungsi tambahan yaitu menyimpan kalsium dan sumsum tulangnya
menghasilkan sel darah merah (hematopoiesis).
B. Komposisi dan perkembangan
Tulang terdiri dari sel-sel hidup (living cells)
dan material intraseluler tidak hidup. Sel –sel hidup yaitu osteoblast yang
merupakan sel pembentuk tulang, osteoclast yang merupakan sel penghancur tulang
dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang sudah tua dan
osteosit yaitu osteoblas yang berada pada matriks. Material intraseluler tidak
hidup atau matriks tulang terdiri dari mukopolisakarida dan kolagen. Tulang
berasal dari kartilago hialin embrionik yang prosesnya dikenal sebagai osteogenesis
atau osifikasi endokondrial. Proses ini selesai melalui sintesis
mukopolisakarida dan kolagen oleh osteoblas (sel pembentuk tulang). Garam
kalsium disimpan di matriks tulang, memberikan kekuatan pada tulang.
C. Tipe, struktur dan pertumbuhan tulang
Tulang terdiri atas empat type, tergantung pada
ukurannya :
1.
Tulang
panjang (femur, humerus).
2.
Tulang
pendek (karpal)
3.
Tulang
pipih (tengkorak)
4.
Tulang
tidak teratur (vertebrae).
Setiap tulang tersusun atas
tulang kankelous (spongy) dan compact (dense). Pada tulang panjang bagian
kankelous ditemukan pada ujung tulang dan compact pada bagian tengah. Pada
tulang pendek dan tidak teratur mempunyai suatu inti bagian dalam pada
kankelous dan suatu lapisan luar pada compact. Tulang datar mempunyai dua
lapisan luar tulang compact dengan satu lapisan bagian dalam pada kankelous.
Tulang kankelous dan tulang
compact dibedakan dari yang lainnya dengan adanya susunan lamelae yaitu lapisan
silindris kosentrik yang terletak di antaranya. Pada pusat susunan
cincin kosentrik ini ada suatu saluran yang disebut saluran haversian. Saluran ini mengandung suatu pembuluh
darah kapiler. Beberapa saluran juga mengandung arteriola, venula dan limfatik.
Ruang kecil antara cincing lamelae disebut lakuna yang diisi oleh sel
tulang (osteosit). Lacuna dihubungkan dengan saluran haversian dan selanjutnya zat
gizi disuplay oleh saluran yang sangat kecil yang disebut kanalikuli. Lamellae
dengan saluran haversian, lacuna dan kanalikuli disebut unit haversian. Unit
haversian merapat secara bersamaan pada tulang compact. Pada tulang kankelous banyak
ruang yang terbuka yang kokoh diantara penghubung tulang yang disebut
trabekulae.
Salah satu type tulang panjang adalah dibungkus/dilapisi kecuali pada
permukaan artikular oleh suatu membrane fibrous warna putih yang disebut
periosteum. Permukaan artikular
dibungkus/dilapisi dengan kartilago hialin. Periosteum memberikan tempat bagi
serat-serat otot dan lapisan bagian dalamnya mengandung osteoblast. Karena
adanya osteoblast periosteum maka periosteum bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perbaikan. Endosteum membran
juga mengandung beberapa osteoblast, batas rongga medulary yang berisikan
sumsum tulang dan saluran haversian. Ujung tulang disebut epifisis dan bagian
batang disebut diafisis.
Pertumbuhan longitudinal
tulang panjang berasal dari kartilago epifisial yang terlektak diantara
diafisial dan pusat epifisial osifikasi. Kartilago epifisial tebal karena
proliferasi yang cepat dari sel kartilago. Pertumbuhan pada diameter tulang
dilakukan oleh osteklast (sel yang merusakan tulang) yang membesar pada rongga
medulary selama osteoblast pada periosteum yang menghasilkan tulang baru pada
bagian luarnya (osifikasi membran). Pada orang yang lebih tua dan inaktif,
degenerasi dan reabsorbsi tulang terjadi lebih cepat daripada pertumbuhan
tulang baru. Hal ini menyebabkan osteoporosis yaitu suatu kondisi dimana tulang
keropos dan fragil.
Tulang mempunyai kemampuan untuk remodel atau membentuk
kembali ukurannya sendiri dengan berespon pada terganggunya fungsi mekaniknya. Respon
ini sesuai dengan hukum Wolff (Julius Wolff, ahli anatomi Jerman) yaitu setiap
perubahan pada bentuk dan fungsi tulang atau hanya fungsinya diikuti dengan
perubahan yang nyata pada konfigurasi eksternalnya sesuai dengan hukum
matematika (Phips, et al, 1991). Atau hukum Wolff yaitu tulang akan
mengembangkan struktur yang paling cocok untuk menahan gaya yang bekerja
padanya (Dorland, 1997). Trabekula pada tulang berkembang dan membangun dirinya
sendiri dan akan terjadi osteogenesis sesuai stres yang ada. Jika tulang tidak
ditekan makan terjadi resorbsi tulang. Dengan demikian individu yang memulai
program berlari dapat memperoleh hipertropi
(meningkatnya massa tulang) pada tulang ekstremitas bawah, mengingat
individu yang menetap akan terjadi atropi (kehilangan substansi tulang).
D. Suplay
sirkulasi dan inervasi
Sirkulasi darah
yang cukup pada tulang perlu untuk suplay oksigen dan zat gizi. Darah disuplai
ke tulang melalui tiga jalur, yaitu (Phips, et al, 1991).
1. Arteriola
pada saluran haversian.
2.
Pembuluh
darah yang berada pada periosteum dimana masuk ke tulang melalui struktur yang
dikenal saluran Volkmann
3.
Pembuluh
darah pada sumsum tulang dan ujung tulang.
Untuk itu jika ada gangguan pada arteri,
periosteum atau tulang sendiri maka mengakibatkan suplay darah akan terganggu
juga. Selanjutnya tulang disediakan dengan ujung saraf sensori pada periosteum
yang menghubungkan dengan sistem saraf pusat. Konsekuensinya, nyeri akan
dirasakan jika tulang terganggu misalnya fraktur, infeksi atau lesi lainnya.
E. Fisiologi
penyembuhan tulang
Penyembuhan tulang melalui suatu
proses yang dikenal dengan pembentukan kalus (callus formation). Pertumbuhan
tulang baru disebut kalus. Pembentukan kalus melalui lima tahap umum, yaitu (Phipps, et al, 1991)
1. Hematom
formation (pembentukan hematom).
Karena tulang
vaskularisasi tinggi, perdarahan bisa terjadi pada ujung kedua tulang yang
mengalami fraktur. Permiabilitas kapiler meningkat menyebabkan ekstravasasi
darah ke dalam area yang injury. Darah berkumpul pada periosteal atau jaringan
sekitarnya.
2. Fibrin
meshwork formation
Fibroblast (sel
jaringan ikat) dirusak oleh hematom, menyebabkan fibroblast terorganisir ke
dalam fibrin meshwork (jaringan fibrin). Dinding sel darah putih rusak, maka terjadi peradangan local. Sel darah
membentuk fibrin dan berlangsung selama 24 – 48 jam dan perdarahan akan berhenti
(Black, J. M, et al, 1993 dan Apley, A. G, 1993).
3. Invasion
by osteoblast
Osteoblast
invasi ke fibrous (serabut sel) menyebabkan fibrous lembek/lunak, pembuluh
darah berkembang dari ujung-ujung kapiler, dengan demikian membentuk suatu
sumber suplay bagi zat gizi untuk membentuk kolagen. Kolagen menjadi lebih
panjang dan terjadi penumpukan kalsium.
4. Callus
formation
Osteoblast secara terus menerus membentuk tulang
sedangkan osteoklast menghancurkan tulang yang mati dan membantu mensintesa
tulang baru. Kekuatan kolagen bertambah dan lebih padat dengan kalsium. Berlangsung
dari 4 minggu hingga beberapa bulan hingga tulang mampu membawa beban yang
normal.
5. Remodeling
Kalus yang
berlebihan direabsorbsi dan tulang trabekula menutupi garis sepanjang stres
atau fraktur sesuai dengan hukum Wolff. Lamellae yang tebal menempati tekanan
yang lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga
sumsum tulang dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya (Black,
J. M, et al, 1993 dan Apley, A. G, 1993).
Factor yang menghambat pembentukan callus yang baik adalah (1) tidak
adekuatnya reduksi fraktur, (2) edema yang berlebihan pada tempat fraktur yang
menghambat suplay zat gizi ke area, (3) terlalu banyak tulang yang hilang pada
waktu terjadinya injury, (4) imobilisasi yang tidak efektif, (5) infeksi pada
tempat injury, (6) nekrosis tulang, (7) anemia atau kondisi sistemik lainnya,
(8) tidak seimbangnya endokrin dan (9) intake diet yang kurang. Jika
pembentukan kalus tidak terjadi secara normal dan efisien mengakibatkan
kurangnya perbaikan yang disebut fraktur non union atau ununited.
II. OTOT
A. Type – type otot
Otot dibagi atas 3 kelompok besar yaitu skeletal (volunter,
bergaris), viseral (polos, involuter) dan kardiak atau jantung. Otot-otot
viseral seperti pada usus besar dan halus, dipersarafi sistem saraf otonom
sehingga tidak bisa dikontrol oleh kemauan. Otot skeletal dipersarafi oleh
serat saraf dari sistem serebrospinal dan bisa dikontrol oleh kemauan. Otot
skeletal mengontrol pergerakan, mempertahankan postur dan menghasilkan
panas.
B. Struktur otot rangka
Otot-otot di atas panjang dan sempit. Strukturnya
ini menyebabkan mereka dibagi atas serat-serat yang terdiri atas sarkolema atau
membran sel, dan sarkoplasma atau sitoplasma. Ukurannya kecil, seratnya terdapat
sepanjang sarkoplasma disebut myofibril dengan diameter 1-2 mikrometer dimana
terdapat pita bergaris warna terang dan gelap. Pita A (anisotropik) merupakan
pita gelap bersifat bias ganda pada cahaya terpolarisasi dan pita I (isotropic)
merupakan pita terang bersifat tidak merubah cahaya. Miofibril terdiri atas
beberapa bagian sarkomer yang merupakan sub unit terkecil dari susunan
kontraktil. Tiap sarkomer terdiri dari satu garis Z (terdapat antara pita I). Sedangkan
zone H yaitu pita terang yang terdapat antara pita A.
C. Fisiologi kontraksi otot
Miofibril mengandung sedikitnya 4 protein yaitu tropomyosin
(menghambat kontraksi otot pada pita I), troponin (terdapat pada pita I), actin
(bertanggung jawab atas kontraksi dan relaksasi otot) dan myosin (bertanggung
jawab kontraksi dan relaksasi otot yang bersifata ensimatik dan ATP-ase
terdapat pada pita A). Fungsi otot adalah kontraksi. Ini dihasilkan oleh suatu
proses yang kompleks yang dipengaruhi oleh impuls saraf yang berasal dari serat
otot. Ion kalsium dilepaskan bila ada impuls, mengikat pada troponin (suatu
inhibitor pada interaksi myosin –actin). Sekali troponin diikat maka akan
terjadi interaksi myosin – actin dan sarkomer pada miofibril akan berkontraksi.
Energi untuk kontraksi otot disuplay melalui pemecahan ATP, merupakan suatu
susbstansi sel otot yang menghasilkan gabungan ADP dengan kreatinin fosfat. Relaksasi otot
terjadi bila kalsium dipisahkan dari troponin. Berikut gambar tentang mekanisme
kontraksi otot :
D. Type kontraksi
Kontraksi otot skeletal terjadi jika mereka
dirangsang. Ada beberapa type kontraksi yaitu :
1.
Tonik.
Kontraksi parsial yang terus menerus untuk mempertahankan postur
2.
Isotonik.
Kontraksi dimana tension (tegang) dari otot tidak diubah tetapi panjang otot
berubah (memendek)
3. Isometrik.
Ketegangan otot yang meningkat tetapi otot tidak memendek.
4. Twitch.
Reaksi yang tersentak –sentak terhadap stimulus tunggal.
5. Tetanik.
Seperti twitch tetapi dihasilkan oleh suatu seri stimulus yang tepat.
6.
Treppe.
Kontraksi twitch yang lebih kuat.
7. Fibrilasi.
Kontraksi yang tidak sinkron pada serat otot.
8.
Konvulsi.
Kontraksi tetanik abnormal yang tidak terkoordinasi yang terjadi pada berbagai
kelompok otot.
E. Mekanisme pergerakan tubuh
Pergerakan tubuh dihasilkan melalui otot-otot yang
berada pada tulang, dimana tulang sebagai penyelaras dan sendi sebagai titik tumpu. Pergerakan tubuh
umumnya tergantung pada beberapa otot yang terkoordinasi.
F. Sirkulasi pada otot
Efisiensi kontraksi otot tergantung pada suplay
darah yang adekuat ke dan dari serat – serat otot dimana otot skeletal pembuluh
darahnya banyak. Produk sisa dari perubahan kimia yang terjadi selama kontraksi
otot harus ditransportasi ke penyelaras untuk disintesa ulang. Bila sisa produk
tidak dapat dikeluarkan maka otot menjadi lelah dan terjadi nyeri. Oksigen
harus ditranspor ke serat otot untuk mendukung kerja kontraksi otot. Bila tidak
adekuat maka kerja otot menurun seperti pada kondisi anemia atau trauma dimana
sirkulasi serat otot terputus.
G. Inervasi otot (rangsangan pada otot)
Kontraksi otot yang adekuat juga tergantung pada
efektifnya inervasi otot. Serebelum merupakan penanggung jawab utama.
Setiap sel otot disuplay akson pada satu sel saraf. Sel saraf mentransmisikan impuls ke otot skeletal
yang dikenal dengan neuron motor somatik. Aktivitas neuron dan sel otot
disebut unit motor. Akson pada satu neuron motor somatic terdiri atas beberapa
branches dan kemudian inervasi ke sejumlah sel-sel otot. Kontraksi otot
merupakan suatu set dengan pelepasan asetilkolin yaitu bahan kimia yang
terkandung dalam vesikel (gelembung) kecil yang berada pada terminal akson. Bila asetilkolin kontak dengan sarkolema
maka akan merangsang terjadinya kontraksi. Reaksi ini dikenal dengan
motor end-plate atau neurmuscular junction, dimana otot dan saraf kontak.
Gangguan pada system saraf di tingkat serebrospinal atau pada beberapa tempat
lewatnya saraf akan menyebabkan disfungsinya muscular.
III. KARTILAGO
Kartilago
merupakan suatu material yang terdiri dari serat-serat yang kuat tapi fleksibel
dan avaskuler. Zat mencapai kartilago melalui difusi dari kapiler yang berada
di perikondrium (jaringan fibrous yang menutupi kartilago) atau melalui cairan
sinovial. Yang membentuk kartilago adalah fibrous, hyaline dan elastic.
Fibrokartilago ditemukan pada intervertebral disk, artikular atau hyaline
lembut, putih yang menutupi permukaan tulang. Elastic kartilago bias ditemukan
pada telinga luar.
IV. LIGAMEN
Ligament merupakan ikatan jaringan konektif
fibrous yang lentur dan keras. Mereka menghubungkan ujung artikular dan
memberikan kestabilan. Misalnya ligamen kolateral medial dan lateral lutut
memberikan kestabilan mediolateral terhadap sendi lutut. Ligamen bisa
berhubungan dengan jaringan lunak untuk menopangnya misalnya ligamen ovary yang
menghubungkan ujung tuba ovary dengan peritoneum.
V. TENDON
Tendon merupakan ikatan jaringan fibrous yang
membentuk akhir dari suatu otot dan menempel pada tulang.
VI. BURSA
Bursa adalah suatu kantong kecil dari jaringan
konektif lokal yang mempunyai tekanan dimana membantu dalam pergerakan. Bursa
dibatasi dengan membran sinovial dan mengandung cairan sinovial.
VII.
SENDI
Pergerakan tidak akan terjadi kecuali ada beberapa
framework dari skeletal yang memberikan fleksibel atau kelenturan.
Fleksibilitas ini dilakukan oleh sendi atau menempati dimana tulang bertemu.
Sendi diklasifikasikan berdasarkan kemungkinan
terjadinya pergerakan yaitu :
1.
Sinartrosis
atau sendi fibrous, dimana tidak memungkinkan terjadinya pergerakan, seperti
pada sutura di kepala
2.
Amfiartrosis
atau sendi kartilaginous, dimana memungkinkan terjadinya pergerakan yang
sedikit misalnya sendi intervertebral disk.
3.
Diartrosis
atau sendi sinovial, dimana memungkinkan terjadinya pergerakan misalnya lutut,
pinggul, bahu dan siku.
Sendi memungkinkan terjadinya fleksi, ekstensi,
adduksi, abduksi, rotasi, pronasi, supinasi.
VIII. PERUBAHAN FISIOLOGIS DENGAN MENUA
Perubahan fisiologis terjadi pada sistem
muskuloskeletal dimana anak dan adolesens terjadi pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat. Namun demikian, pada saat matur atau matang dan memasuki usia lebih
tua, jaringan yang kuat dan integritas mulai mengalami penurunan seperti
terjadi penurunan jumlah total sel tubuh. Jaringan konektif kehilangan beberapa
elastisitas dan daya pegas terutama kartilago artikular sendi dan intervertebral
pada spina. Reabsorbsi terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
tulang dan terutama pada wanita postmenopaus, kehilangan kalsium dari tulang,
membuat tulang mudah rapuh dan kehilangan resistennya terhadap fraktur. Bahu
bisa menjadi bungkuk dan terbatas. Lutut dan panggul mungkin menjadi nampak
fleksi saat berdiri atau berjalan, dan sering nyeri akibat degenerasi sendi.
Postur tubuh membungkuk sebagai usaha tubuh untuk kompensasi terhadap perubahan
pada pusat gravitasi yang diakibatkan oleh sendi ekstremitas bawah fleksi dan
dorongan ke depan dari kepala, leher dan bahu. Dengan perubahan ini tinggi
badan menurun 6 – 10 cm, gaya berjalan menjadi goyah karena kehilangan kekuatan
otot dan koordinasi, serta individual mungkin mudah jatuh.
Sifat
kondisi patologis pada sistem muskuloskeletal.
Seperti yang dijelaskan di atas otot, tulang,
sendi, struktur suportif dan saraf sensori dan motorik bekerja secara bersama
untuk mengontrol pergerakan dan mempertahankan postur. Namun demikian, beberapa
masalah yang mengakibatkan interferensi atau gangguan pada berbagai tingkat
seperti inervasi, kontraktilitas, artikulasi, atau penyokong. Masalah dapat
terjadi sebagai akibat putusnya suplay darah ke struktur, penyakit yang
mempengaruhi kontur/bentuk tulang atau sendi, penyakit yang mempengaruhi saraf,
trauma.
IX. PENGKAJIAN
A. Data subyektif
Perencanaan untuk perawatan setiap individu dengan
masalah muskuloskeletal didasarkan pada pengkajian yang sistematik, kapabilitas
dan dari berbagai sumber. Melalui pengkajian subyektif, data diperoleh dari
interview dengan pasien dan keluarganya.
1.
Deskripsi/gambaran adanya masalah atau disfungsi
a. Onset dan lamanya masalah
Pertanyaan dihubungkan dengan riwayat masalah meliputi
terjadinya masalah, lamanya masalah, persepsi pasien mengenai masalah yang
dihadapi.
b. Nyeri atau ketidaknyamanan yang dihubungkan
dengan masalah
Bisa
menggunakan PQRST (provokatif/paliatif, kualitas atau kuantitas, radiation, severe,
timing).
c. Pengobatan sekarang.
Banyak pasein dengan masalah muskuloskeletal menggunakan
obat sehingga perlu ditanya mengenai semua obat yang digunakan sekarang,
pengobatan sebelumnya dan efektifitasnya dan kemungkinan alergi terhadap obat
dan sifat alergi.
d. Efek masalah atau disfungsi pada aktivitas
setiap hari.
Pertanyaan ditujukan mengenai ADL (kegiatan
harian) seperti makan, mandi, berpakaian, transfer, ambulasi dan tidur.
2.
Persepsi
individu terhadap masalah atau disfungsi.
Pertanyaan ditujukan mengenai efek masalah pada
kehidupan, membuat modifikasi terhadap ADL, perasaan tentang perubahan dan
bagaimana melaksanakan program pengobatan termasuk persepsi tentang rencana
pengobatan terhadap pasien.
3. Persepsi
keluarga terhadap masalah individu.
Masalah
seseorang umumnya mempunyai efek pada orang lain terutama yang akrab (keluarga
atau orang terdekat) sehingga penting menentukan efek masalah pasien seperti
perasaan mereka akan kemampuannya dalam memberikan support, kemampuan dalam
menerima perubahan peran dan kesadarannya dalam memberikan dukungan di
masyarakat saat pulang.
B. Data obyektif
Data obyektif
yang dapat diobservasi adalah
1. Behavior.
Status mental
(orientasi terhadap waktu, orang dan tempat, kemampuan untuk memahami
perintah), kemampuan untuk menghubungkan sesuatu dengan hal lain yang positif.
2. Penampilan
umum
Usia, jenis kelamin, postur, status nutrisi.
3.
Kulit
Turgor, tekstur (penebalan pada kulit), integritas
(lecet, kemerahan, luka, gangguan sirkulasi ke ekstremitas), temperatur (hangat
pada sendi yang nyeri), eritema di atas sendi yang meradang, perubahan warna,
pembengkakan pada ekstremitas atau sendi (adanya serous, purulent atau darah
pada kapsul sendi), kebersihan general (indikasi ketidakmampuan melakukan ADL).
4.
Kuku
dan rambut
Kurang perawatan kuku dan rambut.
Data tambahan yang harus dikumpulkan adalah
deformitas, kekuatan dan ROM, kemampuan untuk transfer dan bergerak dan
kemampuan untuk melakukan ADL lainnya.
- Deformitas
Dapat ditentukan berdasarkan perubahan pada
ukuran, atau posisi dari bagian tubuh. Beberapa contoh deformitas :
- Deformitas leher angsa. Kontraktur fleksi
sendi metakarpofalangeal bagian proksimal yang ditemukan pada rhematoid
arthritis lanjut.
- Skoliosis. Lengkung lateral dari spinal
- Kifosis.
Lengkung spinal thorakik.
- Atropi.
Menurunnya ukuran suatu ekstremitas atau bagian tubuh.
- Hipertropi.
Pembesaran yang abnormal dari suatu organ atau bagian tubuh.
- Kekuatan dan range of motion (rentang gerak).
Pengkajian kekuatan dan rentang gerak, menentukan
kemampuan fungsional seseorang. Beberapa istilah berikut yang perlu diketahui :
- Kekuatan. Kemampuan untuk melakukan
pekerjaan
- Rentang gerak. Normal pergerakan sesuai
dengan struktur suatu sendi.
- Rentang gerak pasif. Pergerakan suatu
sendi dalam rentang normal oleh orang lain atau alat bantu mekanik.
- Rentang gerak aktif. Pergerakan suatu
sendi yang dapat dilakukan tanpa bantuan.
- Rentang gerak aktif dengan bantuan.
Pergerakan aktif suatu sendi oleh seseorang tapi dengan bantuan dari orang lain
atau alat bantu untuk melengkapi pergerakan.
- Ketangkasan (dexterity). Koordinasi dan
ketepatan dalam melakukan pergerakan.
Beberapa istilah yang dihubungkan dengan kekuatan
dan gerak, yaitu :
- Paralisis. Kehilangan fungsi terutama
kehilangan fungsi motorik akibat lesi pada saraf atau otot dan fungsi sensorik.
- Kelemahan.
Tidak adanya tonus otot.
- Plegia.
Akhiran yang menjelaskan paralysis.
- Paresis.
Akhiran yang menjelaskan paralysis parsial (tidak lengkap) atau agak lumpuh.
- Hemi.
Awalan yang menjelaskan kedua ekstremitas pada satu sisi (sisi yang sama) dari
tubuh. Misalnya hemiplegia.
- Mono.
Awan yang menjelaskan satu ekstremitas, misalnya monoplegia.
- Para. Awalan yang menjelaskan kedua
ekstremitas bawah.
- Quadri. Awalan yang menjelaskan keempat
ekstremitas.
Kehilangan kekuatan atau keterbatasan gerak sendi
diakibatkan oleh gangguan saraf, skeletal, otot atau traumatik. Beberapa alat
yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan rentang gerak adalahh dynamometer yaitu mengukur kekuatan
genggaman tangan dan goniometer yaitu
mengukur rentang gerak sendi. Untuk mengkaji kemampuan ekstremitas atas perawat
menekan lengan atas dan menganjurkan pasien untuk fleksi, ekstensi dan abduksi.
Berikan gerakan berlawanan saat pasien fleksi dan ekstensi pergelangan
tangannya. Koordinasi ekstremitas atas dapat diuji dengan menganjurkan pasien
untuk menyentuh ujung jari pemeriksan kemudian menyentuh ujung hidungnya dan
dilakukan beberapa kali.
- Transfer
- Ambulasi
- Pengkajian ADL lainnya
PEMERIKSAAN FISIK
1.
Postur
Pemeriksaan
dapat dilakukan saat pasien duduk, berdiri atau tidur telentang. Pertama-tama observasi
body alignment dan stature. Kemudian observasi deformitas, kurvatura spinal dan
hipertropi atau atropi iga, ukuran tubuh dan tinggi tubuh dihubungkan dengan
umur dan adanya skar, massa,
kulit terbuka atau drainase. Catat gaya
berjalan, postur, tinggi dan motorik yang abnormal. Yang ditemukan adalah potur
tegap, bahu dan panggul searah, kaki menginjak dengan mudah di lantai. Spinal
servikal dan lumbal konkaf sedangkan spinal thorak konveks. Kedua sisi tubuh
nampak simetris. Observasi variasi yang ditemukan adalah lordosis lumbal akibat
penyakit pada disk lumbal, pasien nampak lebih pendek atau lebih rendah dari
yang sebenarnya, gaya
berjalan mungkin abnormal seperti tertatih-tatih, ataksia (hilang
keseimbangan).
2.
Kepala dan muka
Inspeksi bentuk
kepala, telinga, dagu, pipi, distribusi rambut, warna dan ketebalannya, leher
bagian depan dan belakang. Normalnya kepala nampak simetris, telinga berada
pada area midtemporal tengkorak, pinae dekat tengkorak, pada palpasi tidak
teraba benjolan pada kepala, rambut tebal. Variasi yang ditemukan adalah tumor
menyebabkan kepala atau leher asimetris, nampak double chin atau leher dan dagu
struktur tidak jelas. Mungkin ada tophi akibat gout pada pinae, kebotakan
akibat penyakit endokrin atau penggunaan obat (steroid menyebabkan perubahan
warna dan kehilangan rambut).
3.
Leher dan spina servikal
Untuk mengkaji
rentang gerak dan sendi maka anjurkan pasien untuk meletakan dagu pada dada
untuk mengetahui fleksi (45o), miring ke kiri atau kanan (40o)
dan hiperekstensi (55o). Pada variasi, dapat ditemukan hiperekstensi
dan fleksi yang terbatas karena perubahan pada disk vertebral servikal atau
osteoarthritis, bila pergerakan sendi lebih dari 4 mm kemungkinan kelemahan
ligament dan kurang dari 3 mm indikasi kekakuan sendi akibat injury atau
arthritis. Palpasi leher untuk menentukan kemungkinan adanya massa, perubahan suhu, pembesaran limfe node
(kelenjar getah bening) seperti supraklavikular, oksipital, submandibular,
submental, preuaurikular, dan postaurikular. Selain itu menentukan kelembaban
kulit dan perubahan sensasi. Normalnya jaringan pada leher lembut dan lunak,
mudah digerakan, suhu seperti wajah dan kepala, limfe node tidak dapat diraba, tidak ada sensasi spasme, anasthesi. Bila
ditemukan pembesaran limfe node, kemungkinan penyakit limfoma Hodgkin, non
Hodgkin, leukemia atau kanker lainnya, dan bila mati rasa atau kesemutan
kemungkinan radikulopati (kelainan pada akar saraf) servikal.
4.
Spina torakal dan lumbal
Pasien sebaiknya
berdiri jika memungkinkan dengan membelakangi pemeriksa. Perhatikan bagian
belakang kepala dan leher dalam hubungan dengan kolumna spinal dan anjurkan
pasien untuk menyentuh ujung jari kaki dengan cara membungkuk (untuk menentukan
fleksi, normal 75o–90o), cek hiperekstensi (normal 30o),
miring ke kiri dan kanan (normal 35o) dan rotasi ke depan dan ke
belakang (normal 30o). pada inspeksi ini normalnya tidak ada
laterality (penyimpangan ke samping), otot sepanjang kolumna vertebra simetris,
tidak ada kulit yang terbuka. Namun dapat ditemukan kurvatura lateral
(scoliosis), kurvatura torakal yang berlebihan (kiposis) atau lordosis. Otot
paraspinal asimetris (salah satu sisi lebih menonjol). Pasien mungkin mengeluh
nyeri punggung akibat ankilosis spondilitis.
5.
Bahu
Pasien berdiri dan membelakangi pemeriksa. Inspeksi
keseimbangan dari tinggi bahu, bentuk dan tonjolan tulang pada sendi bahu,
skapula, dan klavikula. Observasi ukuran dan ketajamam otot trapezius dan
keadaannya dalam menghubungkan leher dan bahu secara bersamaan. Perhatikan juga
otot bisep, trisep dan deltoid. Pada variasi ditemukan perubahan sendi bahu
akibat trauma atau arthritis, kehilangan sensori akibat arthropati servikal
atau sekunder terhadap CVA. Kehilangan fungsi bahu dan ekstremitas dihubungkan
dengan atropi otot. Untuk mengkaji rentang gerak (ROM) anjurkan pasien untuk
angkat bahu (melihat simetri). Angkat keduaa lengan ke depan dan kemudian di
atas kepala untuk melihat fleksi (180o), tekuk dan putar tangan ke
belakang untuk melihat hiperekstensi (50o).
6.
Siku
Inspeksi area
kulit lengan atas sekitar siku, kemudian inspeksi lengan saat fleksi dan
ekstensi akan adanya massa,
edema pada sendi. Bila ditemukan adanya nodul subkutaneus pada sendi siku
kemungkinan rheumatoid arthritis, bila ada tenderness atau meningkatnya nyeri
saat supinasi atau pronasi siku dan lengan dihubungkan dengan tendenitis atau
epikondilitis (siku tennis). Sudut angkut (carrying
angle) adalah sudut yang dibentuk melalui siku antara lengan dan lengan bawah.
Untuk mengkaji maka lakukan ekstensi pasif kemudian cek kemungkinan adanya dislokasi atau parsial
dislokasi (subluksasi) siku dengan melaporkan adanya ketidaknyaman atau nyeri,
fleksi siku yang sebagian, pronasi dan tidak bisa menggunakan lengannya. Normalnya
sudut yang dibentuk adalah 5-15o. Untuk menentukan rentang gerak dan
kekuatan otot anjurkan pasien untuk fleksi siku (160o), ekstensi
siku (180o), supinasi dan pronasi (90o). bila ditemukan
kehilangan fleksi dan ekstensi, pronasi dan supinasi indikasi kemungkinan
rheumatoid arthritis, osteoarthritis, atau atropi post CVA, serebral palsy,
atau distropi otot.
7. Pergelangan, tangan dan jari tangan.
Inspeksi dan palpasi semua area tangan dan jari
tangan seperti pergelangan tangan, sendi interfalangeal, sendi
metakarpofalangeal. Normalnya tidak ada edem, nyeri, nodul, perubahan warna dan
sendi yang meregang, tidak kemerahan, deformitas, serta nampak pembuluh darah
pada dorsal tangan. Untuk mengkaji rentang gerak (ROM) maka anjurkan pasien
untuk menekuk sendi metakarpofalangeal kemudian luruskan. Palpasi juga arteri
radial dan ulnari akan pulsasinya. Normalnya kekuatan dan jumlah sama pada
kedua pergelangan.
8. Ekstremitas bawah dan panggul
Inspeksi dimulai pada
ekstremitas bawah dengan melihat gaya berjalan pasien, dari depan, belakang dan
dari samping. Observasi karakteristik ekstremitas termasuk bengkak (edema) pada
lutut, pergelangan kaki. Normal koordinasi ekstremitas bawah saat berdiri
dengan lebar kaki 2-4 inci dan jauh langkah adalah 15-18 inci (tergantung
tinggi seseorang). Setelah itu observasi dan inspeksi pelvis dari belakang
seperti sakral, otot gluteal (kesimetrisan), sendi panggul di atas trokanter
mungkin ada nyeri akibat bursitis, panggul yang tidak stabil indikasi fraktur
pelvis, miring pada panggul kemungkinan skoliosis, kaki yang tidak sama
panjang, atau kelemahan atau gangguan pada kaki. Deviasi pada gluteal mungkin
akibat atropi otot, trauma, tumor atau kaki yang tidak panjang.
Pada inspeksi dari depan
pinggul dapat dilihat ujung iliaka yang sejajar dengan iliaka sebelahnya saat
berdiri, palpasi pinggul akan kestabilannya dimana tidak ditemukan nassa
terutama pembesaran limfe node dan massa yang dapat dilihat. Bila ditemukan
pembesaran limfe node kemungkinan infeksi ekstremitas bawah atau penyakit
keganasan. Untuk menentukan rentang gerak (ROM) anjurkan pasien untuk tidur
telentang kemudian angkat kaki dengan lutut ekstensi (pinggul fleksi dengan
normalnya 90o), angkat kaki dengan lutut ke dada (pinggul fleksi
dengan normal 120o), anjurkan untuk melakukan abduksi dan adduksi
dengan beberapa derajat sesuai kemampuan pasien dan tidur tengkurap, anjurkan
untuk angkat kaki lurus melewati badan (normalnya 25-30o). Bila
pasien tidak dapat melakukan secara penuh maka kemungkinan osteoporosis, arthritis,
trauma.
Untuk mengukur kekuatan otot
maka anjurkan pasien dengan kaki berjuntai kemudian fleksi dan diangkat
kemudian pemeriksa menekan bagian atas lutut dan anjurkan pasien untuk tidur
tengkurap dan tangan diletakkan diatas panggul kemudian pemeriksan menekan bawah
gluteal dan anjurkan pasien untuk mengangkat pahanya.
Untuk menentukan kemungkinan
congenital hip displasia dilakukan tes
Trendelenburg dimana anjurkan pasien untuk berdiri kemudian salah satu kaki
diangkat dan ditekuk. Normalnya pelvis bagian kaki yang diangkat ikut naik
sedangkan pada congenital hip dysplasia pelvis tetap pada tingkat yang sama
atau menurun.
9. Pinggul
10. Lutut
C. Tes Diagnostik
1.
Sinar X. Sinar
x standar akan menapakan perubahan struktural atau fungsional pada tulang dan sendi
yang secara umum yang digunakan untuk menilai masala atau penyakit
muskuloskeletal. Biasanya setidak-tidaknya dua tampilan yaitu
anteropoaterior (AP) dan lateral (Lat).
2.
Arthrography. Arthrography akan memberikan visualisasi
radiografik setelah udara dan media kontras dimasukan ke sendi. hal ini
biasanya berguna untuk melihat ligament (ikatan sendi) dan kartilago (tulang
rawan) yang tidak bias tervisualisasikan dengan menggunakan sinar x saja.
3.
Myelography. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi
kerusakan jaringan chorda spinalis dan ujung–ujung syaraf. tes ini mencakup
pemeriksaan fluoroskopi ruangan subarachnoid setelah dilakukan injeksi dengan
media kontras .
4.
Scan tulang.
Scan tulang memberikan tampilan gambar system tulang setelah injeksi
radioactive tracer. Tes ini akan membantu pengidentifikasian pada titik
langsung dimana terjadi peningkatan metabolisme dan berguna juga untuk
mendeteksi adanya penyakit keganasan, trauma, masalah degeneratif dan
osteomyelitis.
5. Scan
computed tomography (CT). CT Scan dapat
memberikan gambar irisan melintang dari jaringan lunak dan tulang yang
mengalami ketidaknormalan. Dengan CT Scan terjaga paparan radiasi sampai
tingkat minimum pada pasien dan tidak membutuhkan manipulasi tambahan pada
pasien (yang merupakan bahan pertimbangan terhadap korban trauma).
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI
menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat membedakan antara jaringan
solid, lemak, darah dan tulang. MRI ini digunakan khususnya mendiagnosa lesi
spinal yang mengalami demyelinasi, tumor, penyakit discus,dan osteomyelitis.
7. Arthroscopi. akan memvisualisasikan sendi secara
langsungdengan menggunakan arthroscope yang dimasukkan kedalam sayatan. Alat
ini digunakan khususnya untuk mengevaluasi dan memperbaikipenyakit di lutut.
8. Elektromyography. Mengukur potensi
kerja otot dalam
menghasikan arus listrik.
Alat ini digunakan khusus
untuk mendiagnosa distrofi otot dan penyakit motor urneon.
9. Analisis Cairan Synovial . Sebagian dari
synovial diambil dengan jarum berlobang besar yang dimasukan kedalam kapsul
sendi. Cairan tersebut kemudian dianalisa terhadap penyakit-penyakit sendi
yaitu sepsis, perdarahan, inflamasi dan noninflammasi .
10. Biopsy. Pada biopsy,
sebagian dari tulang atau jaringan diambil untuk pemeriksaan histologis . hal
ini biasanya dilakukan setelah diperoleh hasil dari CT scan , bone scan atau
sinar-x yang abnormal atau yang tidak bisa disimpulkan .biopsi dapat membantu
membedakan antara lesi yang jinak dan yang ganas.
PERLUNAKAN JARINGAN LUNAK
1.Kontusio (Luka Memar )
Kontusio adalah luka pada jaringan lunak
yang biasanya disebabkan oleh beberapa jenis trauma tumpul yang mengakibatkan
pecahan pembuluh darah halus dan kemudian terjadi perdarahan ditempat itu.
-Manifestasi
klinis., tanda dan gejala luka kontusio mencakup rasa sakit, bengkak,dan
perubahan warna ditempat trauma.Saat darah terserat kembali, perubahan warna
akan berubah dari warna ungu kebiru-biruan menjadi coklat kemudian kuning dan
kembali ke warna normal.
2. Stain.
Stain adalah luka pada otot atau tendo dikarenakan penggunaan otot yang
berlebihan , tekanan yang terlalu besar , atau perenggangan yangberlebihan. Jaringan
otot yang mengalami hal tersebut sering terjadi perdarahan yang mesuk kedalam
tempat luka akibat robekan ototyang tidak komplit dan hanya kelihatan dengan
mikroskop.
-. Manifestasi klinis. Gejala dan tanda
stain mencakup rasa sakit, bengkak, dan spasmus pada otot.Penderita bisa atau
tidak mengalami gejala objektif langsung setelah stain. Gerakan berikutnya dari
bagian yangmengalami hal ini akan menghasilkan rasa sakit yang akan
mengakibatkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar